Ketika masih lajang, melakukan semua hal yang disuka tak pernah ada masalah. Sampai lupa waktu pun tak akan ada yang protes. Berbeda ketika sudah menikah. Ada orang lain yang bisa jadi terganggu atau keberatan. Siapa lagi kalau bukan pasangan.
Setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau pun bekerja sesuai dengan profesi, tak dimungkiri timbul rasa lelah. Melakukannya sebagai rutinitas bahkan bisa menimbulkan jenuh. Untuk mengatasi hal tersebut, bisa dengan melakukan hobi. Membaca, menonton film, juga wisata kuliner. Bisa sendiri atau bersama teman - teman.
Sayang, tak jarang perempuan mendapati kesulitan untuk melakukannya. Sulit meluangkan waktu antara pekerjaan dan keluarga atau sulit memperoleh izin dan pengertian dari suami. Pulang kantor langsung ke mal, tahu - tahu dijutekin saat tiba di rumah. Hmmm, konflik pun menghadang.
Menurut psikolog dan konsultan keluarga Nessi Purnomo Psi, yang perlu diketahui adalah prioritas. Setelah menikah, yang menjadi proritas adalah keluarga, bukan lagi pribadi, termasuk hobi. "Tetapi, bukan berarti lalu perempuan harus menghapus semua hobinya," kata dia. Melainkan, perlu cara yang sesuai. Tujuannya, hal tersebut terlaksana tanpa mengganggu keharmonisan keluarga.
Yang pertama, ujar Nessi, perhatikan soal waktu dan biaya. Melakukan hobi, tentu perlu waktu khusus yang otomatis mengurangi waktu bersama keluarga. Lalu, sering kali butuh biaya ekstra. "Menonton, membeli buku, perlu uang. Bisa jadi tidak banyak, tetapi tetap saja mengurangi anggaran yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan keluarga," terang dia.
Sangat perlu membuat rancangan anggaran untuk melakukan hobi. Diskusikan dengan pasangan supaya tidak ada kucing - kucingan. Patuhi batasan anggaran tersebut, jangan sampai melebihi.
Cara lain yang tak kalah penting yakni melibatkan keluarga. Pasangan ataupun anak. Beruntung jika ada yang memiliki hobi sama. Bisa menjadwalkan untuk melakukan bersama. "Bisa saling mengontrol, saling mengingatkan jika lupa waktu atau kemungkinan biaya bengkak," ungkap Nessi.
Jika memiliki hobi yang berbeda, tentu perlu saling mendukung. Misalnya, dengan membuat jadwal. Saat anda melakukan hobi, suami akan di rumah. Mengurus rumah atau menjaga anak. Lain waktu, gantian suami yang melakukan hobinya, anda bertugas di rumah. Bisa juga dengan saling memberi informasi mengenai perkembangan terkait hobi pasangan. "Beri tahu kalau ada buku baru, misalnya. Itu perhatian yang tampaknya kecil, tapi romantis," tambah Nessi.
Dari semua tips di atas, kunci utama adalah keterbukaan. "Terbuka yang dilakukan sejak awal," kata Nessi. Bahkan, lanjut dia, sejak sebelum menikah. Pada masa saling mengenal dan menyesuaikan diri itulah perlu ada keterbukaan pada pasangan. Mengutarakan hobi juga mengenal hobi pasangan. Lalu, buat kesepakatan. "Rancangan sebelum menikah memang sangat penting. Tak hanya merencanakan pola komunikasi dan pengasuhan anak. Hobi pun perlu dibicarakan," saran Nessi.
Setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau pun bekerja sesuai dengan profesi, tak dimungkiri timbul rasa lelah. Melakukannya sebagai rutinitas bahkan bisa menimbulkan jenuh. Untuk mengatasi hal tersebut, bisa dengan melakukan hobi. Membaca, menonton film, juga wisata kuliner. Bisa sendiri atau bersama teman - teman.
Sayang, tak jarang perempuan mendapati kesulitan untuk melakukannya. Sulit meluangkan waktu antara pekerjaan dan keluarga atau sulit memperoleh izin dan pengertian dari suami. Pulang kantor langsung ke mal, tahu - tahu dijutekin saat tiba di rumah. Hmmm, konflik pun menghadang.
Menurut psikolog dan konsultan keluarga Nessi Purnomo Psi, yang perlu diketahui adalah prioritas. Setelah menikah, yang menjadi proritas adalah keluarga, bukan lagi pribadi, termasuk hobi. "Tetapi, bukan berarti lalu perempuan harus menghapus semua hobinya," kata dia. Melainkan, perlu cara yang sesuai. Tujuannya, hal tersebut terlaksana tanpa mengganggu keharmonisan keluarga.
Yang pertama, ujar Nessi, perhatikan soal waktu dan biaya. Melakukan hobi, tentu perlu waktu khusus yang otomatis mengurangi waktu bersama keluarga. Lalu, sering kali butuh biaya ekstra. "Menonton, membeli buku, perlu uang. Bisa jadi tidak banyak, tetapi tetap saja mengurangi anggaran yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan keluarga," terang dia.
Sangat perlu membuat rancangan anggaran untuk melakukan hobi. Diskusikan dengan pasangan supaya tidak ada kucing - kucingan. Patuhi batasan anggaran tersebut, jangan sampai melebihi.
Cara lain yang tak kalah penting yakni melibatkan keluarga. Pasangan ataupun anak. Beruntung jika ada yang memiliki hobi sama. Bisa menjadwalkan untuk melakukan bersama. "Bisa saling mengontrol, saling mengingatkan jika lupa waktu atau kemungkinan biaya bengkak," ungkap Nessi.
Jika memiliki hobi yang berbeda, tentu perlu saling mendukung. Misalnya, dengan membuat jadwal. Saat anda melakukan hobi, suami akan di rumah. Mengurus rumah atau menjaga anak. Lain waktu, gantian suami yang melakukan hobinya, anda bertugas di rumah. Bisa juga dengan saling memberi informasi mengenai perkembangan terkait hobi pasangan. "Beri tahu kalau ada buku baru, misalnya. Itu perhatian yang tampaknya kecil, tapi romantis," tambah Nessi.
Dari semua tips di atas, kunci utama adalah keterbukaan. "Terbuka yang dilakukan sejak awal," kata Nessi. Bahkan, lanjut dia, sejak sebelum menikah. Pada masa saling mengenal dan menyesuaikan diri itulah perlu ada keterbukaan pada pasangan. Mengutarakan hobi juga mengenal hobi pasangan. Lalu, buat kesepakatan. "Rancangan sebelum menikah memang sangat penting. Tak hanya merencanakan pola komunikasi dan pengasuhan anak. Hobi pun perlu dibicarakan," saran Nessi.