Masjid yang berlokasi di Kota Creteil, Prancis ini sebenarnya bernama Masjid Sahaba. Namun, ia lebih sering dikenal dengan Masjid Mualaf. Sebutan Masjid Mualaf diberikan lantaran banyaknya non Muslim yang mengikrarkan syahadat di masjid di pinggiran kota kelas menengah itu, dari tahun ke tahun.
Bercat putih, masjid yang cukup besar itu juga dilengkapi menara dan berhiaskan mozaik rumit nan cantik. Semakin menambah keindahannya. Sejak dibangun pada 2008 lalu, masjid tersebut selalu menjadi rumah nyaman bagi aktivitas para mualaf negeri pasta tersebut. Saat hari Jumat tiba, jumlah mereka membludak membanjiri masjid. Para mualaf muda memenuhi ruang masjid menunaikan shalat Jumat.
Menjadi mualaf di negeri sekuler yang menerapkan aturan diskriminatif terhadap Islam merupakan hal yang tidak mudah. Berbagai tantangan mulai stigma negatif seperti teroris hingga tekanan sosial dirasakan sebagian mualaf. Di saat mereka merasakan keterasingan karena memeluk Islam itulah masjid yang aslinya bernama Sahaba menjadi tempat berkumpul, bersilaturahim, sekaligus memberikan perlindungan bagi mereka. Seperti arti namanya, masjid Sahaba menjadi sahabat bagi mereka.
Setiap tahun, tak kurang dari 150 orang masuk Islam dengan mengikrarkan syahadat di masjid tersebut. Banyaknya warga Prancis yang memeluk agama Islam pun kemudian dianggap layaknya fenomena sosial.
"Konversi ke Islam telah menjadi fenomena sosial di sini," kata Charlie-Loup, salah seorang pemuda Prancis yang memeluk Islam pada usia 19 tahun.
"Fenomena konversi terjadi secara signifikan dan mengesankan terutama sejak tahun 2000," papar Pengurus Isu beragama di Kementerian Dalam Negeri Perancis, Bernard Godard.
Selama 25 tahun terakhir, tercatat peningkatan mualaf mencapai dua kali lipat tiap tahunnya. Dari sekitar 65 juta jiwa penduduk Prancis, kini tak kurang dari 6 juta populasi adalah Muslim, dengan angka mualaf mencapai 200 ribu orang. [AM/Rpb/bsb]